STORA-24 by Anti Kesuma: Seri Nge-fiksi| 1
Suka baca cerpen atau novel? Mungkin beberapa orang beranggapan mereka yang gemar membaca cerpen atau novel itu hanya yang berada di barisan melankolis ataupun mereka yang berjiwa sastra dan puitis, atau mereka yang gandrung sama drama. Mungkin iya, mungkin juga tidak selalu.
Coach Surya Kresnanda, seorang developing leaders/leadership coach, bilang bahwa problem solving itu butuh kreativitas dan kreativitas itu sendiri lahir dari imaji. Seorang pemimpin yang kreatif dan inovatif lahir saat ia membiasakan membaca novel sehingga bisa mengimajinasikan apa yang tadinya hanya berupa tulisan menjadi bentuk cerita di dalam pikiran.
Pemimpin besar menyukai karya sastra seperti puisi, novel dan naskah drama karena dapat membangkitkan imajinasi-imajinasi di dalam pikiran untuk memecahkan masalah-masalah besar. Saran Coach Surya Kresnanda, membaca novel itu baik untuk kepemimpinan kita.
So, mau coba menikmati lahirnya imajinasi yang senantiasa memicu kreativitas dalam menciptakan solusi? Yuk, baca cerpen ber-genre science fiction berikut ini.
Doctor Eve
18 tahun yang lalu,
Tak pernah lepas dari ingatan ketika liang lahat itu dirapatkan. Ditabur ribuan kelopak mawar merah segar yang menebar wangi kepedihan, mengiringi derai air mata yang tak mau henti mengantar dia yang ternyata begitu hebat dicintainya.
Doctor Eve, erat menyumpal sungai kecil di pipinya yang bagaikan bendungan runtuh dengan pasmina hitam yang membalut kepala hingga separuh wajahnya. Menahan derai rintik sedu agar tak jatuh di tanah basah yang telah menutup rapat tubuh kaku sahabatnya. Liris ia mengisak pelan nyaris tak terdengar mengantar sahabat terbaiknya berpulang. Terlambat untuk menguak tabir rasa diantara mereka, apakah ada cinta di hati keduanya belasan tahun bersama mengarungi samudra persahabatan yang penuh pengalaman tak terlupakan?!
“Oh Tuhan, mimpi itu datang lagi” Doctor Eve mengusap keringat yang mengembun di sekitar kening dan leher jenjangnya. Bayangan masa lalu bersama sahabatnya menembus alam mimpinya. Kenangan energi rasa saling menyayangi yang tak sempat diterjemahkan menjadi sebuah tajuk relasi manusia. Terbersit tanya dalam hati, namun lebur menguap tergulung kesibukan profesi dan bentangan jarak yang kerap memisahkan mereka. Ia sebagai seorang dokter bedah dan sahabatnya yang seorang peneliti situs purbakala internasional, sering berpindah dari satu negara ke negara lainnya.
Hikari Wakayama, Kay, sahabat sejak masa sekolahnya, yang tak tertolong nyawanya dari serbuan sel-sel kanker di paru-parunya. Segala upaya yang ia kerahkan dalam semburan tenaga dan otak jeniusnya tak mampu melawan pembelahan sel-sel kanker dalam tubuh Kay, yang ganas menghancurkan sisa sel sehat dalam tubuh Kay. Hampir seluruhnya habis dilumat sel pembunuh itu. Hingga jantung Kay berhenti berdetak. Dan luluh lantak seluruh hati Eve.
Pilu, namun satu momen penting sudah terjadi. Doctor Eve berhasil menyelamatkan inti sel terbaik Kay di masa kritisnya. Ia menyadari bahwa tubuh Kay tak akan mampu melawan serangan sel kanker yang telah meraja di tubuhnya, namun hati Eve tetap saja ingin mengingkari fakta itu. Penyelamatan sel terbaik milik Kay berperan menjadi sel somatis yang ia tanamkan pada donor ovum sebagai sel gamet. Ia melakukan fusi pada kedua sel tersebut dengan bantuan kejutan listrik, menghasilkan bentukan serupa zigot yang terus berkembang melalui pembelahan di dalam ovarium. Dan lahirlah Rey, sebagai embrio reproduksi vegetatif dari Kay.
Dering ponselnya mengagetkan lamunan bangun paginya.
“Hello Rey, Morning!”
“Morning Eve, kamu ada jadwal bedah hari ini?”
“Aku free for this week. Hanya praktik dan visit pasien saja. Kenapa?”
“Sip. I wanna meet you and grab your time lil much”
“Ok. Tumben, ada apa, Rey?”
“We’ll talk later. Mandi gihh…pasti baru bangun”
“Shut up. Ok, see you, Rey”
Doctor Eve masih enggan beranjak dari ranjangnya. Masih ingin mengendapkan gelisah dari mimpi ya ng sering menghampirinya itu. Namun, suara detik jam di meja kecil samping tempat tidurnya membuyarkan. Ia harus berangkat ke rumah sakit menuntaskan semua jadwal bertemu pasien.
Jelang senja, tunai sudah tugasnya hari ini. Visit 7 pasien, melayani 8 pasien di ruang praktik, dan daily meeting dengan beberapa staf dan perawat pendampingnya. Ia menggantungkan jas putih di lengan kursinya. Bersandar sambil memejamkan matanya, diantara lelah seketika terlintas kembali semua ingatan yang mengais rasa sendunya. Tentang Kay, yang merampas seluruh rasa bernama cinta itu.
Pintu ruangannya ada yang mengetuk, pasti Rey batinnya. Betul saja, pintu dibuka, dan seraut wajah kesayangan itu melontarkan senyum seperti biasanya, jenaka.
“Ready to go out?” Rey melemparkan wajah riang seperti pangeran yang bertemu Cinderella.
“A moment please, sepertinya aku perlu ganti baju Rey jika kita akan ke Starview, anginnya kencang kalau sudah lewat senja”
“Mau dibantu?” matanya jenaka menggoda dokter berwajah serius itu.
“Mau sepatu ini pindah ke wajahmu?” Eve membalas tak kalah meledeknya. Dan keduanya tergelak sendiri mengakhiri romansa penuh canda itu.
Di puncak Starview, menatap mewahnya pemandangan kota di waktu malam, yang berpayung langit hitam berhias lampu-lampu dan bintang-gemintang sungguhan. Sayang, bulan sedang sembunyi malam ini. Mereka berdua khusyuk melepas pandangan sejauh-jauhnya, menikmati suguhan panorama yang begitu indahnya. Tiba-tiba Rey mendekatkan wajahnya ke pipi bening kekasihnya, berbisik lembut namun sangat mengejutkan Eve.
“Ceritakan aku tentang Hikari Wakayama, Eve” desisnya, yang ditanya sontak menatap dalam-dalam ke mata Rey, seperti sudah mengerti kemana arah pertanyaan itu. Rey dengan tenang melanjut uraiannya, mengkonfirmasi, membentangkan fakta yang ditemuinya tentang dirinya dan Hikari Wakayama. Ekspresi Rey sangat sulit dipahami Eve. Tak ada irama emosi di setiap katanya, Rey bicara begitu tenang. Namun meruntuhkan seluruh jiwa raga dokter bedah yang biasanya selalu tampak tangguh dan serius ini.
Begitulah hasil sebuah pencangkokan alias proses vegetatif, yang melahirkan embrio makhluk yang sama persis dengan sel somatisnya. Rey adalah Kay, begitupun sebaliknya. Nyaris tak ada beda sosok keduanya. Begitulah sikap tenang dan dewasa Kay yang sangat menentramkan dahulu, saat bersamanya hingga belasan tahun sebelum wafatnya. Beberapa tahun ini Eve seperti menemui Kay kembali dalam sosok Rey yang diupayakannya terlahir di bumi ini.
Rey menemukan blueprint project kekasihnya ini dalam suatu insiden tidak terduga. Dan mengetahui bahwa replika gen yang telah diperjuangkan kekasihnya ini tak berjalan sempurna. Rey mendapati kenyataan bahwa terjadi pemendekan telomere dalam tubuhnya, semacam percepatan penuaan yang akan berujung kematian karena sel berhenti membelah.
Percepatan penuaan ini juga yang membuat perbedaan usianya yang dua kali lipat lebih muda dari Eve tidak nampak sama sekali, ditambah kesempurnaan reproduksi vegetatif yang dilakukan Dr. Ian Welmut, dokter replika gen kelas dunia yang merupakan ayah kandung Eve. Yes, Doctor Eve adalah raga yang terlahir sebagai hasil pencangkokan dua sel juga. Hanya, ia adalah produk sempurna dari sebuah reproduksi vegetatif istri tercinta Dr. Ian Welmut yang telah wafat.
Perfect, tak terjadi telomerase dalam tubuh Doctor Eve seperti dalam tubuh Rey, dimana aktivitas enzim menjadikan pemendekan telomere yang menyebabkan percepatan penuaan. Sehingga di usianya yang kepala empat, ia bak seorang wanita dewasa yang berusia belum tiga puluh, baby face.
“Seberapa besar cintamu pada Kay, dan seberapa lama lagi usia hidupku, Dokter?” Rey melontarkan tanya dalam nada canda seperti biasanya.
Doctor Eve diam. Bibirnya seperti hendak menata kalimat yang beraduk di otaknya, juga menata gemuruh rasa dalam dadanya yang entah bernama apa. Hanya ingin menangis saja.
“Hei, tak biasanya kamu tidak menjawab pertanyaan pasienmu?”
“Please, stop making a joke, Rey” akhirnya menitik juga air matanya.
Rey mengambil sebelah tangan Eve, mendekapnya dengan kedua tangannya.
“Yang akan hilang itu hanyalah tubuh ini, Eve. Tapi cinta dan segala cerita baik yang telah kita buat adalah kekuatan yang tak akan berakhir. Cinta tak pernah mati. Ia tinggal di sini, Eve” Rey meletakkan telapak tangan Eve di dadanya. Senyum yang diulasnya mencoba menenangkan gemuruh hati Eve.
Malam itu bagai sebuah malam pengakuan rasa. Tentang kisah cinta sejati yang tak sempat terlukiskan, dan tentang kebersamaan dua jiwa baru yang bersembunyi dalam kenyataan olah genetika.
Tiga minggu usai pemakaman Rey berlalu,
Upacara pemakaman Rey tak lagi sepilu seperti pemakaman Kay dahulu. Ketika cinta sudah dipahamkan, hati tak lagi menjerit tak merelakan kepergian. Taburan kembang di kedua makam yang bersisian, Kay dan Rey, adalah cinta yang akan selalu abadi di hati Eve.
“Aku dan kamu saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu…”
Lagu Nadin Amizah itu selalu membuatnya tersenyum kala rindu itu singgah merapuhkan dan menghadirkan sendu.
Doctor Eve merebahkan dirinya di sofa menghadap balkon di apartemennya. Ia baru saja pulang dari mengunjungi makam Kay dan Rey. Meneguk pelan-pelan secangkir jasmine tea panas yang memberi efek menenangkan. Sambil membaca kembali surat Rey yang dituliskan sebelum wafatnya.
Dear Tiara Evelina Welmut,
Aku mencintaimu wahai dokter peranakan Scotlandia-Indonesia yang terhormat.
Mencintaimu yang dari seluruh hati dan jiwaku. Jika tubuh ini hanyalah sebuah media bagimu, sebagai Rey ataupun Kay, tapi percayalah Eve, cinta tak memiliki kromosom yang dapat kamu bangun replika gennya.
Aku mencintaimu sejak bertemu denganmu. Kuyakin rasa itu murni tumbuh sendiri dari hatiku, bukan warisan dari genetika Kay yang ingin kau hidupkan pada kehadiranku. Berhentilah untuk melahirkan keabadian cinta yang teramat kau cintai. Karena rasa dalam hatimu juga bukan buah dari keberhasilan proses pencangkokan dua sel di dalam tubuhmu. Nikmatilah jatuh cintamu sebagai anugerah menjadi makhluk di bumi yang indah ini.
Jangan risau lagi tentang ada/tidaknya cinta, jika saat bersamanya merasa utuh, ya itulah cinta. Dan dalam cinta tidak ada kehilangan, hanya masa yang telah usai saja.
Di usia berapapun, mereka yang jatuh cinta kadang menjadi childish dan manja.
Tetaplah tegar, Babyface-ku.
Peluk sayangku selalu,
Kureyko Wakayama
Surat ini selalu membuatnya nyaman, meski rindu menyerbu tak peduli waktu.
Well, what’s your reaction after reading the short story above? Cerpen ini menarasikan kecanggihan proses kloning terhadap makhluk hidup yang dibalut dalam cerita romansa. Adakah tumbuh perasan sedih, romantis, atau kagum akan kecanggihan teknologi setelah membacanya?!. Apapun itu, kesan ataupun resapan dari efek membaca cerpen ataupun novel dibentuk dari bekerjanya daya imajinasi pembaca yang menstimulus daya kreativitas berpikir. So, semakin sering kreativitas otak distimulasi, semakin ‘encer’ daya nalar otak terhadap hal-hal yang abstrak. Imajinasi merangsang otak untuk terampil berpikir konkrit.