Melestarikan Dongeng sebagai Warisan Budaya
Ijah Rochimah Boru Sagala, S.Pd
Pada beberapa tahun ke belakang, mendongeng adalah sebuah tradisi. Istilah dongeng sebelum tidur itu nyata dilakukan orang tua pada anak-anaknya. Tak heran judul-judul dongeng seperti Malin Kundang, Si Kancil dan Kera, juga judul yang lainnya sangatlah familiar di era sebelum tahun 80-an. Definisi dongeng itu sendiri adalah aktivitas bercerita yang disampaikan oleh si pencerita pada si pendengar cerita yg umumnya usia anak-anak. Media dongeng sendiri bisa di sampaikan langsung ataupun dengan buku. Tetapi dongeng itu lebih identik dengan cerita yang tidak benar-benar pernah terjadi, atau bisa dikatakan imajinasi semata.
Saat ini dengan adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi, tradisi orang tua mendongeng sudah bergeser bahkan bisa dibilang hampir punah. Perubahan tingkat sosial dan ekonomi turut merubah budaya mendongeng orang tua. Dulu hanya ayah yang bekerja mencari nafkah, sementara seorang ibu berperan utuh dalam pengasuhan. Media komunikasi seperti televisi masih sangat jarang yang memiliki. Sehingga orang tua khususnya seorang ibu masih memiliki waktu yang cukup untuk bercengkarama dengan anak anaknya menjelang tidur. Tetapi saat ini, tak sedikit ibu memiliki peran ganda untuk menyokong perekonomian keluarga dengan bekerja, sehingga otomatis tak memiliki waktu yang cukup luang untuk anak-anaknya. Ditambah lagi media komunikasi dan teknologi saat ini semakin canggih dan beragam, sehingga anak-anak terkadang lebih asik bermain dengan gadgetnya.
Ahli sejarah mempercayai bahwa dongeng sudah ada sejak zaman dahulu, tepatnya di sekitar abad 16 dan 17. Namun setelah menggali lebih jauh para ahli berpikir bahwa dongeng sudah ada ribuan tahun lebih lama dari perkiraan, seperti kisah atau dongeng Jack and Bean Stalk/Jack dan kacang polong ajaib ini ditemukan 4000 tahun yang lalu. Sama halnya di Indonesia pun dongeng dipastikan telah ada sejak ribuan tahun lalu, hanya saja peringatan hari dongeng ditetapkan di 28 November dengan mengabadikan hari kelahiran dan nama seorang tokoh dongeng Indonesia yaitu Bapak Suyadi atau yang lebih dikenal dengan nama Pak Raden.
Mengingat kembali dongeng-dongeng populer di Indonesia seperti, Timun Mas, Bawang Merah Bawang Putih, Tangkuban Perahu, Situ Bagendit, dan yang lainnya. Keseluruhan isi dari dongeng tersebut bukanlah kisah yang nyata terjadi. Isi ceritanya lebih menggambarkan imajinasi. Aspek imajinasi yang ada dalam dongeng adalah hal yang diperlukan untuk siswa PAUD ataupun siswa jenjang SD level rendah. Imajinasi dapat mendorong perkembangan kecerdasan anak. Imajinasi dapat mendorong kemampuan anak dalam berbicara. Selain itu juga kosa kata anak akan bertambah. Penambahan kosa kata, kemampuan anak dalam berbicara dan berbahasa adalah bagian dari kecakapan literasi.
Aktivitas mendongeng sejatinya memiliki banyak manfaat, banyak pesan yang disampaikan. Pesan moral, etika, karakter yang berbudi, nilai, hingga cara berpikir. Selain itu alur mendongeng biasanya terbaca menarik sehingga tidak terasa menggurui.
Mendongeng dapat dikatakan salah satu warisan budaya. Budaya tutur tradisi Indonesia. Berbanding lurus dengan perkembangan teknologi, media dan informasi dongeng dapat tetap diangkat sebagai salah satu media penunjang pembelajaran. Saat ini dongeng bukan hanya dibukukan tetapi telah banyak bentuk dongeng virtual yang dibuat secara lengkap seperti salah satu contohnya Lets Read.
Namun demikian, di era gencarnya teknologi informasi yang semuanya dapat diakses secara digital kehadiran buku fisik dan sosok seorang pencerita/story teller/pendongeng sesungguhnya masih sangat dibutuhkan. Seorang pendongeng tentu akan menyampaikan misi dalam cerita dengan segenap kemampuan yang ada dalam dirinya, juga dengan penghayatan khusus. Begitu juga dengan buku fisik, ilustrasi, gambar, tulisan akan memberikan kesan tersendiri bagi para siswa. Untuk itu pemerintah melalui kemendikbudristek di dalam program Merdeka Belajar khususnya di episode 23 Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia telah mencetak dan mendistribusikan sekitar 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu untuk daerah 3 T. Kebijakan ini sebagai intervensi pemerintah dalam mengangkat buku sebagai media mendongeng.
Di masa mendatang diharapkan aktivitas mendongeng mendapat peranan untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah, bisa diintegrasikan dalam ekstrakurikuler ataupun sebagai konten dalam ajang lomba atau hari anugrah, agar aktivitas mendongeng tetap dapat dipertahankan sebagai warisan budaya.