Literasi Lintas Benua
Ijah Rochimah Boru Sagala, S.Pd
“Tuntutlah Ilmu hingga Ke Negeri Cina” istilah ini tentunya sering kita dengar. Hal ini dimaknai bahwa proses belajar itu bisa tak mengenal jarak, nun jauhpun harus ditempuh untuk sebuah ilmu. Namun sejatinya segala hal dapat dimaknai secara luas. Bisa saja istilah ini diartikan bahwa kita bisa belajar meniru, membandingkan hal-hal baik, capaian capaian positif, budaya budaya inspiratif dari negara lain yang memungkinkan kita adopsi untuk sebuah peningkatan.
Literasi menjadi trending topik di dunia pendidikan Indonesia. Topik yang menjadi salah satu permasalahan pendidikan yang sudah cukup lama. Bila berangkat dari definisi, literasi diartikan adalah sebuah kecakapan untuk mengamati, mencerna, mengolah, memahami, dan menuangkan sebuah informasi secara cerdas. Dan salah satu aspek literasi itu adalah membaca. Kemampuan membaca seseorang ataupun siswa pasti akan berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh seseorang mampu membaca, mencermati isi bacaan, mengambil inti dari bacaan hingga menyampaikan kembali isi bacaan dan tahapan seperti itu belum tentu dimiliki siswa yang lainnya dikarenakan adanya perbedaan kecakapan dalam membaca.
Dari beberapa survey untuk siswa Indonesia salah satunya adalah Programme International Student Assesment (PISA) 2018 menunjukan bahwa Indonesia ada di peringkat 74 dari 79 negara. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan, pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam untuk hal ini, melalui Kemendikbudristek telah banyak sekali terobosan yang dilakukan untuk meningkatkan nilai PISA siswa Indonesia. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ditahun 2019 hingga Merdeka Belajar episode 23 (Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu) dengan berbagai rangkaian programnya adalah satu bentuk intervensi pemerintah yang konsisten dan berkesinambungan untuk peningkatan kecakapan literasi pada siswa Indonesia.
Kondisi rendahnya minat membaca di Indonesia sangat dipengaruhi banyak faktor, saat ini sudah terlihat adanya gotong royong dan bahu membahu dari semua unsur seperti keluarga, masyarakat, sekolah, pemangku kepentingan dan pemerintah khususnya Kemendikbudristek. Meskipun belum menampakkan hasil yang signifikan, namun semangat, komitmen, dan konsistensi harus tetap dijalankan.
Membahas tentang minat membaca, mari kita melihat bagaimanakah minat membaca di negara maju, khususnya negara yang memiliki skor literasi yang tinggi. Beberapa negara di belahan Eropa memiliki predikat negara dengan penduduk yang literat. Mengambil contoh salah satunya adalah negara Swiss. Di pertengahan bulan Agustus tahun 2023 BPMP Provinsi DKI Jakarta telah mengadakan webinar dengan judul, “Membangun Minat Membaca Anak melalui Pemberdayaan Perpustakaan Sekolah”. Salah satu dari materi seminar tersebut adalah Strategi Implementasi Literasi di Lintas Benua”, dengan menghadirkan langsung narasumber yang tengah menjalani tugas/bekerja di negara Swiss sebagai research assistent. Di dalam sharing dan diskusi seminar tersebut ada beberapa hal yang dapat dikaji tentang studi perbandingan implementasi terkait minat membaca pada siswa.
Minat membaca pada masyarakat di negara lain, misalnya di Benua Eropa sebagai contoh di negara Swiss memang tinggi. Masyarakat negara Swiss bertahan menduduki peringkat negara dengan minat baca tertinggi bersama dengan negara negara lainnya. Meringkas dari kajian materi yang disampaikan, hal yang melatarbelakangi minat baca sebuah negara adalah budaya atau kebiasaan. Aktivitas membaca bukanlah kewajiban yang dipaksakan atau rutinitas sebagai instruksi yang harus dipatuhi. Tetapi minat membaca sudah mengakar, mendarah daging, dan menjadi kebiasaan yang jika tidak dikerjakan akan terasa ada yang kurang. Budaya membaca ditanamkan sejak dini di lingkungan keluarga, dimulai dari mengajak berbicara, dan membacakan buku sejak bayi dalam kandungan, hingga kebiasaan orang tua yang meluangkan waktunya untuk rutin membaca. Meski ini adalah hal yang sederhana tetapi ini adalah salah satu contoh teladan yang dipertunjukan orang tua, sebab seorang anak adalah peniru ulung. Maka kebiasaan yang dia lihat dalam kesehariannya akan menjadi kebiasaan untuk dirinya pula. Bahkan di beberapa negara maju ini sebuah keluarga yang baru saja melahirkan putra putrinya akan mendapat hadiah paket dari pemerintah berupa barang barang keperluan bayi termasuk buku-buku di dalamnya. Hal ini menggambarkan support yang luar biasa untuk budaya membaca.
Hal lainnya yang menjadi kerangka minat membaca sekaligus pengembangan dari budaya membaca itu sendiri adalah sebagai berikut:
- Sistem Pendidikan
- Perpustakaan yang memadai dan terintegrasi
- Toko buku
- Festival Sastra
- Program membaca
- Penghargaan Sastra
- Warisan Budaya Membaca
- Dukungan masyarakat
Salah satu dari 8 poin diatas yaitu Penghargaan Sastra, hal ini agak berbeda mengingat tidak semua negara berinisiatif untuk mengusung sebuah apresiasi yang diwujudkan dalam sebuah Malam Anugerah atau Penghargaan Award yang terkait dengan buku dan membaca. Ini dapat diartikan untuk negara-negara yang literat, buku dan aktivitas membaca menjadi satu hal yang sangat bernilai.
Disimpulkan bahwa hal yang dapat kita adopsi dari pembahasan di atas adalah hal mendasar dari tingginya minat membaca adalah membangun budaya membaca dalam keluarga. Keluarga menjadi titik tolak sebuah minat membaca yang kemudian akan ditopang oleh pendidikan informal di sekolah dan masyarakat.
Mari semangat untuk membangun budaya membaca yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga.