STORA-24 by Anti Kesuma: JUNGKAT-JUNGKIT
Hayoo… yang pernah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) pasti tak asing dengan wahana bermain jungkat-jungkit, yes, betul, sebagian orang bilang wahana tersebut bernama njot-njotan.
Main di atas papan jungkat-jungkit membutuhkan bobot dua beban berlawanan yang berbeda, yang perbedaannya tidak terlampau ekstrem. Jika terlampau berat sebelah maka papan tidak dapat melambung karena tertahan beban yang kelewat beratnya. Jika sama berat maka papan tidak bisa bergerak naik turun karena beban stagnan berimbang. Yang dibutuhkan adalah perbedaan bobot yang tipis-tipis saja alias beti, beda tipis.
Perkara beda tipis ini banyak juga terjadi di beberapa konteks, yang berujung pada kesimpulan yang kurang tepat gara-gara beti tadi, misal saja:
Pelit sama hemat,
Dungu dengan sok tahu,
Jaga wibawa dengan sombong,
Rendah hati sama minder,
Kritis sama julid,
Malah ada juga yang bilang, jenius dengan gila itu juga beti, beda tipisss…
Fenomena beti ini dapat dijadikan sebuah pengingat diri untuk tidak mudah tergiring pada perdebatan tiada ujung, misalnya karena sebuah perbedaan pendapat. Wajar jika persepsi bisa berbeda tergantung dari mana seseorang itu memandang. Perbedaan yang tipis sekalipun berpotensi untuk menjadi masalah yang lebih besar jika tidak disikapi dengan baik. Oleh karena itu, berhati-hati dalam setiap aksi itu sangat benar sekali.
Tak ketinggalan, cara untuk menengahi perbedaan setipis apapun adalah meyakini bahwa bersikap damai atas perbedaan adalah sebuah seni untuk menjadikan hidup bergerak normal seperti papan jungkat-jungkit, tidak mentok dan tidak juga stagnan.
Storian, berikut ini ada tips untuk menjaga gerakan yang dinamis di dalam kehidupan kita sehari-hari, singkat saja dengan TOP yakni Transparan, Obyektif, Profesional. TOP mencoba berbagi dasar pemikiran tentang berdamai dengan perbedaan yang sekecil apapun, agar kita tetap menjadi individu yang menyenangkan, meskipun mungkin kita berbeda cara atau kata dengan orang-orang di sekeliling kita.
Transparan
Bersikap terbuka.
Jika kita berada di dalam sebuah perdebatan karena perbedaan sebaiknya selalu mengedepankan kejujuran hati. Tanya pada diri, apakah tujuan berdebat kita? murni ingin menyampaikan pendapat, atau ingin memaksakan pendapat. Sampai di sini, apakah kita sudah mampu untuk jujur terbuka tentang maksud-maksud tindakan dan ucapan kita?. Jangan memelihara sikap ada udang di balik batu, karena batu tidak untuk menyembunyikan udang.
Tapi ingat, terbuka sama tak punya perasaan terkadang beti juga.
Obyektif
Berorientasi pada konsensus bersama.
Nah, apapun lekak-lekuk sikap dan ucap kita, selalu arahkan pada hal yang secara benar lazim diterima sebagai konsensus Bersama, bukan berdasar pada pemikiran dan keinginan personal. Sehingga kita terlindung dari tuduhan semaunya sendiri atau subyektif. Semakin obyektif diri kita, semakin kecil potensi diri kita menjadi sosok yang egois ataupun individualis.
Tapi juga, obyektif masih suka diplesetkan dengan mencari-cari pembenaran.
Profesional
Berdasar pada aturan, prosedur ataupun norma sosial (social agreement).
Di bagian ini mungkin sedikit agak formal, karena begitulah Storian, semua hal ada adabnya, ada aturannya, dan ada prosedurnya, bukan serba mengalir begitu saja. Iya kalau mengalirnya menuju ke tempat yang seharusnya, bagaimana kalau mengalirnya ke jurang marabahaya? Wah, bisa sengsara nih… Oleh karena itu, penting sekali untuk menjadi individu yang merawat jiwa profesionalitas, yakni paham aturan main, dan mengerti bagaimana prosedur sesuatu itu dilakukan.
Yakinkan diri bahwa perbedaan adalah salah satu kekayaan wawasan,
Dan berdamai dengan perbedaan adalah sebuah pelajaran
untuk menjadi orang bijak yang sebenarnya…
(antiK/ 9 Maret 2022)