Janji adalah Janji
Selebrasi setahun-nya Stora yang ditandai penulis dengan membuat kuis berhadiah ’Estafet Komen’ di Akun IG @sekataq ternyata kurang semarak, meski waktu pengumpulan komen diperpanjang hingga satu minggu. Tak apa, memang hidup tidak selalu ramai. Kadang tenang, tak jarang berombak, namun seketika pun bisa senyap. Begitulah dinamika kehidupan. Namun janji adalah janji. Penulis tetap akan memberikan bingkisan kepada dua orang yang telah beratensi baik pada postingan selebrasi Stora.
@atlet_kuliner:Ketipu gambar makanan, arrrgh ini sumpah ngeselin banget! Kemarin baru aja meet up sm besties di resto makanan Malay. Kita pesen bubur ayam, pas datang mangkoknya segede gaban. Giliran pesen pangsit goreng dan otak-otak, yang nongol udah bukan kecil lagi ukurannya, tapi mini! Pas makanan datang spontan kita ngakak semua. Abis itu baru kesel dan misuh-misuh.
@ruyatishe76:Mauuu yaa klo udh dapett banyakk recehannya.
Selamat dan terima kasih ya sahabat-sahabat Stora, ditunggu dulu yes kiriman bingkisannya.
Kisah Sepotong Janji
Pada suatu waktu…
Sahabatku sejak masa SMA mengidap sakit cukup berat, kanker otak. Beberapa kali keluar-masuk rumah sakit. Kesibukan seringkali jadi alasanku tak sempat menjenguknya di rumah sakit. Tak jarang juga, ketika ada waktu ingin menjenguknya, sahabatku sudah pulang ke rumah karena kondisi telah membaik. Kuputuskan untuk menjenguknya di rumah.
Hingga suatu hari yang begitu menggembirakan, sahabatku tampaknya sudah benar-benar pulih kesehatannya. Ia menulis pesan melalui Akun FB-ku, meminta aku mengajak teman-teman sepermainan kami dulu masa SMA untuk berkumpul di rumahnya, ia kangen katanya. Suka cita kusambut dengan mantab, “Okehhh…!”
Namun, begitu akun ditutup, aku sudah tenggelam lagi dengan kesibukan-kesibukan. Entah selang berapa hari sejak percakapan itu, pagi ketika hendak ke kantor, aku mendapat kabar kalau sahabatku meninggal. Seketika langit seperti runtuh di kepala. Terhuyung aku mengisak sesak berhamburan duka sesal. Teringat sepotong janji yang telah aku abaikan. Pedihnya tak kuasa aku ungkapkan, dan semua sudah percuma.
Kulantunkan Alfatihah dan segala doa permohonan ampunan di sisi jasadnya. Aku benar-benar tersayat dengan peristiwa itu. Terpukul, terhantam, betapa diri ini telah abai akan makna sebuah janji bagi seseorang, seseorang yang selalu kubilang sahabat. Sahabat macam apa aku?! Kutebus segala penyesalan dengan menjaga ingatan bahwa janji adalah janji, harus ditepati dengan memohon izin Illahi.
Sejak itu, hatiku selalu menasihati, jagalah perkataanmu apalagi janjimu, karena ucapmu adalah potret dirimu, dan tepat janjimu adalah salah satu wujud beragamamu.
ak/30 Juni 2021