Ini bukan ‘Layangan Putus’
Huss… ini bukan mau bahas drama seri yang lagi kondang itu ya…
Yuk, sini balik ngeriung, come back para pria or siapapun yang mungkin ‘gerah’ karena tetiba dimana-mana bahas ‘Layangan Putus’. Kudapan Storian kali ini mau cerita soal awareness, yakni tentang ‘kesadaran’ dalam beberapa frame atau konteks.
Sebagai ilustrasi, kita ambil contoh salah satu scene dalam drama seri Indonesia ‘Layangan Putus’, dimana di sana digambarkan sebuah kehidupan keluarga muda yang sukses, sejahtera, pasangan suami-istri berparas menawan, anak pintar yang menggemaskan, dengan dikelilingi sahabat-sahabat yang super baik dan pengertian, serta para asisten-asisten rumah tangga yang bekerja dengan loyal, dan seterusnya. Keadaan yang nyaris sempurna itu tiba-tiba didera hantaman cobaan, yakni hadirnya orang ke-3. Pertanyaan yang muncul dari pasangan yang menjadi korban pengkhianatan, “Kok bisa… kok tega ya…, dulu kan semua baik-baik saja…” Hei, inilah hidup, apapun bisa terjadi, tanpa kita dikabari.
Lalu, yang hendak dibincang di kolom ini apa? Storian, ada hal yang mungkin kurang kita sadari ketika hidup sedang berlangsung sangat baik-baik saja. Adakalanya semua yang baik-baik saja menjadikan kita terlena, kurang aware bahwa ada sesuatu yang harus selalu diperjuangkan, dipertahankan atau dinaikkan level kuantitas/kualitasnya. Jangan pernah berpikir semua akan berlangsung sama selamanya, karena memang tidak ada yang kekal di dunia.
Pada konteks prestasi kinerja aparatur negara, baik kinerja individu ataupun kinerja organisasi, boleh jadi kita merasa sudah membuat prestasi dalam bekerja, instansi kita sudah meraih beragam penghargaan, segalanya berjalan dengan hebat semua. Pandangan PGPS alias Pintar Goblok Pendapatan Sama atau kerja nggak kerja gaji masuk rekening juga pun merasuki. Wait, please be aware, pandangan itu akan segera tamat. Pemerintah ini juga berbenah, pada akhirnya siapa menuai dia yang akan memetik hasil. Seluruh aparatur negara ditagih capaian kinerjanya sesuai peraturan yang berlaku, dan diberi sanksi jika tidak memenuhi ketentuan itu.
Jadi, saat meraih sukses, bertepuk tangan atas sebuah keberhasilan boleh saja, tapi jangan lantas bertutup mata apalagi berhenti berupaya. Sukses yang kita raih hari ini menuntut kita berupaya lebih besar lagi dari yang kemarin, jika kita ingin menaikkan kualitas prestasi, tidak puas sampai di sini.
Bercita-cita meningkatkan prestasi, berarti kita siap mendesain cara-cara baru, melakukan inovasi dan improvisasi. Tak lupa juga menyiapkan upaya-upaya berbagi kepada orang lain yang ingin mempelajari jejak sukses yang kita miliki, karena ilmu wajib dibagi.
Di belahan bumi manapun, tidak ada hidup yang berjalan stagnan selamanya. Seperti laut yang butuh ombak beriak tak selalu tenang, agar ada debur yang dirindu kala mentari terbenam. Seperti langit yang tak selalu bersih tapi indah berawan. Seperti kita yang tak selamanya berjaya atas satu kesuksesan, kita bisa semakin menanjak dan mungkin saja tersungkur jatuh jika tak menjaga performa kinerja.
Sebagai renungan bersama bagi aparatur sipil negara, tahukah kita berada di posisi mana?, apa yang rencana dilakukan untuk menanjak?, sudah siapkah amunisi untuk menjaga performa?. Yang utama, sudah sadarkah diri kita bahwa berkinerja tidak sekadar sudah sibuk bekerja, tapi menghasilkan apa yang bermanfaat bagaimana. Yuk, be aware!
(antiK/ 26 Januari 2022)